Mahabbah itu satu sifat yang dimiliki oleh manusia iaitu perasaan cinta. Cinta yang paling utama ialah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi Muhammad Rasulullah SAW nabiyyil ummiyil habib.
Hadis Sahih Bukhari Jilid 1. Hadis Nombor 0016. Dari Anas r.a, dari Nabi saw., katanya: "Ada tiga perkara, barangsiapa melaksanakan ketiga-tiganya, nescaya ia akan mendapatkan kesedapan iman: (1) Orang yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi daripada cintanya kepada yang lain dari pada keduanya. (2) Orang yang mencintai orang lain semata-mata. (3) Orang yang benci untuk kembali kepada kafir, setelah Allah melepaskannya daripada (belenggu) kekafiran itu, sama dengan bencinya akan dijatuhkan ke dalam neraka." |
Dari Anas bin Malik, ia berkata: "Saat kami bersama Rasulullah r keluar dari masjid, kami bertemu dengan seseorang di sekitar masjid, lal dia bertanya: "Wahai Rasulullah, kapan terjadinya hari Qiamat?" Beliau menjawab: "Apa yang telah kamu persiapkan untuk menyambutnya?" Anas mengatakan: "Orang tadi diam sejenak, lalu ia berkata: "Wahai Nabi, saya tidak menyiapkan banyak shalat, tidak pula banyak puasa dan juga tidak banyak sedekah. Hanya saja saya mencintai Allah dan NabiNya." Rasulullah r bersabda: "Kamu akan bersama orang yang kamu cintai." (HR. Bukhari dan Muslim).
Setelah itu Anas berkata: "Tiada sesuatu yang menyenangkan kami setelah itu kecuali ucapan Nabi, ""Kamu akan bersama orang yang kamu cintai.""
Dalam riwayat Muslim, Anas berkata: "Sungguh saya amat mencintai Allah, Nabi, Abu Bakar dan Umar. Saya berharap bias bersama mereka walau saya tidak mampu beraamal seperti amal ibadah mereka."
Ibnul Qayyim berkomentar: "Mahabbah (cinta) ialah suatu manzilah yang diburu banyak orang. Untuknya orang-orang bekerja dengan keras. Guna mengerjakan tuntutannya banyak orang saling berlomba tiada yang mau ketinggalan. Orang-orang yang saling mencintai rela mempertaruhkan dirinya. Para ahli ibadah bergerak dengan ruh lembutnya. Mahabbah adalah suatu kehidupan, karena orang yang tidak memilikinya dianggap telah mati. Ia merupakan cahaya dan orang kehilangan ia, maka orang tersebut berada pada kegelapan yang kelam. Ia juga ubat penawar, orang yang tidak memiliknya maka hatinya penuh dengan berbagai penyakit. Demikian pula, mahabbah ialah sebuah kenikmatan dan orang yang tidak mendapatkannya maka kehidupannya akan penuh dengan kesedihan dan duka nestapa. Demi Allah, para pemiliknya telah pergi dengan kemuliaan dunia akhirat. Sumbernya adalah kitab "Madaarijus Saalikiin" karya imam Ibnul Qayyim Al-Jauzi rahimahullah.
Kiat pertama: Membaca Al-Qur'an dengan mencerna(mencerminkannya) dan memahami kandungan dan maksudnya.
Sungguh, siapa saja yang ingin berdialog dengan Allah maka hendaknya ia membaca Al-Qur'an. Hasan bin Ali pernah berkata: "Sesungguhnya para sahabat, melihat bahwa Al-Qur'an itu adalah surat dari Tuhan mereka. Oleh karena itu, mereka sentiasa mengulasnya pada malam hari dan menggali hukum-hukumnya pada siang hari."
Ibnul Qayyim Al-Jauzi berkata: "Hendaknya orang yang membaca Al-Qur'an itu berfikir, bagaimana Allah menyayangi makhlukNya dengan menyampaikan kepada mereka kefahaman makna Al-Qur'an. Demikian pula sebaknya ia mengetahui bahwa yang ia baca bukanlah ucapan manusia, juga merasakan keagungan Dzat yang mengucapkannya kemudian ia mencernanya."
Imam Nawawi berkata: "Kewajiban pertama atas orang yang membaca Al-Qur'an ialah ia harus menghadirkan dalam jiwanya perasaaan bahwa ia dalam kondisi bermunajat kepada Allah. Oleh karena itu, tak hairan jika salah seorang sahabat dapat menghasilkan mahabbatullah hanya dengan membaca sebuah surat menghayati arti serta mencintainya. Surat itu adalah surat Al-Ikhlas yang berisi sifat Allah Yang Maha Tinggi. Orang tersebut selalu mengulang-ulangnya dalam shalatnya. Ketika ditanya tentang tindakannya itu, ia mengatakan: Karena surat ini (berisi) sifat Allah, maka saya amat suka membacanya. Lalu Nabi r bersabda: "Beritahukan kepadanya bahwa Allah mencintai dirinya." (HR. Bukhari)
Sebaiknya kita tahu maksud bacaan tersebut yaitu dengan menghayatinya. Jika tiada mendapatkannya kecuali dengan mengulang-ulang ayat, maka lakukanlah hal itu karena Rasulullah SAW dan para sahabatnya pernah melakukannya. Abu Dzar telah meriwayatkan, dari Rasulullah SAW bahwa beliau telah melakukan qiyamullail dengan mengulang-ulang ayat:
118. | | إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ |
| | Jika Engkau menyeksa mereka, (maka tidak ada yang menghalanginya) kerana sesungguhnya mereka adalah hamba-hambaMu dan jika Engkau mengampunkan mereka, maka sesungguhnya Engkaulah sahaja Yang Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana. |
Kiat kedua: Melakukan solat sunnah peyerta solat fardhu. Sebab hal ini menghantarkan kepada tingkatan mahbub (tercinta) setelah fasa mahabbah (kecintaan).
Dalam menerangkan hal ini, Nabi r bersabda: "Allah berfirman: "Siapa saja yang memusuhi para wali-Ku, maka sungguh telah Ku-umumkan perang dengannya. Tiada hal yang dilakukan hambaKu yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Aku wajibkan atas dirinya. HambaKu senantiasa bertaqarrub kepadKu dengan aneka amal sunnah hingga AKu mencintainya. Jika Aku telah mencintainya maka jadilah Aku pendengarannya, peglihatan, tangan dan kakinya. Bila ia meminta kepadaKu niscaya Aku kabulkan dan jika ia berlindung diri kepadaKu pasti Aku lindungi."" (HR. Bukhari)
Hadits ini telah menerangkan dua kelompok yang berjaya dan selamat, yaitu:
1- Orang yang mencintai Allah dengan melaksanakan ibadah fardhu dan berdiri di atas batasan-batsannya.
2- Mahbub minallah yang mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan amalan sunnah setelah amalan fardhu. Ini iala yang dimaksudkan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauzi dengan ungkapan beilau di atas.
Kiat ketiga: berzikir dalam segala kondisi; baik dengan lisan, hati ataupun tindakan. Maka ia akan mendapatkan mahabbah sebesar kadar dzikirnya.
152. | | فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ |
| | Oleh itu ingatlah kamu kepadaKu (dengan mematuhi hukum dan undang-undangKu), supaya Aku membalas kamu dengan kebaikan dan bersyukurlah kamu kepadaKu dan janganlah kamu kufur (akan nikmatKu). |
Al-Baqara [2:152]
191. | | الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ |
| | (Iaitu) orang-orang yang menyebut dan mengingati Allah semasa mereka berdiri dan duduk dan semasa mereka berbaring mengiring dan mereka pula memikirkan tentang kejadian langit dan bumi (sambil berkata): Wahai Tuhan kami! Tidaklah Engkau menjadikan benda-benda ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab Neraka. |
Dalam riwayat Muslim, beliau menegaskan: "Telah pergi jauh al-mutafarriduun", para sahabat bertanya: "Siapa al-mutafarriduun itu ya Rasul?" beliau menjawab: "Mereka itu adalah kaum pria atau wanita yang banyak berdzikir kepada Allah." Dalam kesempatan lain beliau menjelaskan: "Tiada kaum yang meninggalkan majlisnya yang tak berisi dzikrullah, melainkan seperti halnya mereka berdiri dari bangkai keledai dan mereka akan tertimpa penyesalan." (HR. Abu Daud)
Suatu saat, ada seseorang datang kepada Rasulullah r dan bertanya: "Wahai Rasulullah, sungguh syariat-syari'at Islam amat banyak dan membebani kami, tolong beritahukan kami sesuatu yang lengkap untuk pegangan kami, maka beliau menjawab: "Hendaknya lisanmu selalu basah dengan dzikrullah." (HR. Ib Majah)
Kiat keempat: Lebih mendahulukan apa yang dicintai Allah daripada cinta hawa nafsunya walau hal itu amat berat. Ibnul Qayyim Al-Jauzi menjelaskannya, yaitu lebih mendahulukan redha Allah atas selainNya, walau fitnah besar menghalangnya, banyak menelan harta dan atau mengorbankan banyak tenaganya. Beliau melanjutkan: Al-Itsar (upaya lebih mendahulukan) ridha Allah daripada ridha selainNya, yaitu kerelaan berkorban untuk melakukan sesuatu yang mengandung redha Allah walau dibenci dan dimusuhi manusia. Hal tersebut merupakan tingkatan itsar tertinggi seperti yang dimiliki para Rasul terutama yang ulul azmi. Sedangkan yang tertinggi dari semuanya itu adalah milik Nabi kita Muhammad."
Semuanya itu tak akan terealisasi kecuali dengan tiga perkara;
1)-Menundukkan hawa nafsu.
2)-Menentang hawa nafsu dan
3)-Memerangi setan dan para wali setan.
Ibnu Taimiyah berkata: "Seorang muslim harus takut kepada Allah, mengekang hawa nafsu dan syahwatnya. Jika hawa nafsunya berkehendak lalu dia dapat menahannya maka tiiinddakan ini merupakan suatu bentuk ibadah kepada Allah dan suatu bentuk amal shalih." (Majmu' Fatawa: 10/635)
Kiat kelima: Menghayati sifat dan asma Allah, meyakininya dan mengetahuinya. Lalu dia beramal dalam ilmunya tersebut. Siapa saja yang mengetahui Allah; baik asma, sifat dan af'al-Nya maka Allah pasti mencintainya.
Ibnul Qayyim Al-Jauzi berkata: Seseorang belum dapat disebut mengetahui kecuali ia tahu mengenai Allah dan jalan yang menyebabkannya mengenali Allah. Oleh karena itu, orang yang tahu ialah yang mengetahui Allah dengan seluruh asma-Nya, sifat-sifat dan af'al-Nya. Lalu ia membenarkan Allah dalam mua'malahnya, kemudian ia mengikhlaskan niat dan tujuannya hanya kepada Allah.
Siapa saja yang tidak mempercaya sifat-sifat Allah maka ia telah menghancurkan asas agama dan iman, juga merusak tatanan pohon al-ihsan. Bagaimana mungkin ia termasuk ahli irfan (orang yang mengetahui Tuhannya)?
Kiat keenam: Bersaksi dan mengakui kebaikan Allah, anugerah dan segala nikmatNya; baik yang jelas atau yang tersamar. Sungguh hal ini akan mendatangkan mahabbah kepadaNya. Pada hakikatnya tiada pemberi nikmat melainkan hanya Allah. Ini merupakan bukti dari akal sihat dan dalil yang jelas. Maka, tiada mahabbah yang sebenar milik pemilik hati bersih kecuali hanya untuk Allah. Tiada yang berhak atas seluruh mahabbah tersebut kecuali Dia. Jika seorang hamba mengetahui dengan ilmu yang sebenarnya, maka dia akan tahu bahawasanya yang memberi segala anugerah hanyalah Allah SWT. Sedangkan anugerah-Nya tidak terhitung adanya.
34. | | وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ |
| | Dan Dia telah memberi kepada kamu sebahagian dari tiap-tiap apa jua yang kamu hajati dan jika kamu menghitung nikmat Allah nescaya lemahlah kamu menentukan bilangannya. Sesungguhnya manusia (yang ingkar) sangat suka menempatkan sesuatu pada bukan tempatnya lagi sangat tidak menghargai nikmat Tuhannya. |
Sayyid Qutub berkata: "Sedangkan hati, adalah suatu hal yang menjadikan manusia sebagai manusia. Hati merupakan kekuatan untuk menemukan, membedakan dan mengetahui hal yang ditinggalkan manusia dalam kepemilikan yang amat luas ini. Hati juga yang digunakan manusia untuk mengemban amanat yang dirasa amat berat oleh langit, bumi dan gunung. Yaitu amanah beriman dengan sukarela , mencari petunjuk pribadi dan keinginan komit atas manhaj Allah yang lurus. Tak seorangpun mengetahui inti kekuatan ini dan sentralnya yang berada pada tubuh manusia atau bagian luarnya. Karena hal ini merupakan rahsia Allah yang terdapat pada manusia, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT. Dengan aneka pemberian hebat ini yang dianugerahkan kepada manusia agar mereka bangkit dalam membawa amanah agung tersebut, tapi mereka tidak mau bersyukur. "Hanya sedikit dari kalian yang bersyukur." Hal ini merupakan sesuatu yang menimbulkan rasa malu yang sedemian rupa saat mengingatnya. Sebagimana mereka diingatkan oleh Al-Qur'an tentang masalah ini, juga mengingatkan orang yang ingkar dan tidak mau mensyukuri nikmat Allah yang diterimanya.
Kiat ketujuh: Yaitu sebab yang paling menakjubkan , yakni kekhusyu'an hati secara keseluruhan di hadapan Allah.
108. | | يَوْمَئِذٍ يَتَّبِعُونَ الدَّاعِيَ لَا عِوَجَ لَهُ ۖ وَخَشَعَتِ الْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَٰنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسًا |
| | Pada hari itu mereka menurut seruan panggilan yang menyeru mereka dengan tidak dapat melencong dari menurutnya dan diam khusyuklah segala suara kepada Allah yang melimpah-limpah rahmatNya sehingga engkau tidak mendengar melainkan bunyi yang amat perlahan. |
Taha [20:108]
Ar-Raghib al-Asfihani berkata: Khusyu' sama dengan dhoro'ah. Kata khusyu' lebih banyak digunakan dalam hal-hal yang berkaitan dengan anggota bada, sedangkan dhoro'ah lebih banyak dipergunakan dalam hal yang berkaitan dengan isi hati. Oleh karena itu, jika dikatakan, dhoro'ah hatinya, maka seluruh anggotanya dalam keadaan khusyu'.
Ibnul Qayyim Al-Jauzi berkata: Yang benar ialah, bahwa khusyu' merupakan arti yang sesuai dengan pengagungan, kecintaan, kehinaan, dan kekhusyu'an. Seungguh para salaful ummah memiliki sikap yang amat menakjubkan di bidang kekhusyu'an di hadapan Tuhan mereka. Hal ini adalah bukti kejernihan dan kebersihan hati mereka, mari kita lihat sebagian contoh berikut ini:
Abdullah bin Zubair jika mendirikan shalat maka beliau seperti sebuah tiang karena khusyu'nya. Suatu kali beliau sujud lalu ada beberapa burung usfur hinggap di punggungnya sebab beliau diam seperti dinding tembok.
Sedangkan Ali bin Husain jika beliau usai melakukan wudhu, maka berubah pucat raut wajahnya. Saat ditanya, beliau menjawab: "Tahukah kalian, kepada Siapa saya akan menghadap?"
Kiat kelapan: Menyendiri dan menyepi untuk bermunajat kepadaNya, membaca kalamNya, menghadap sepenuh hati dan sopan dalam beribadah di hadapanNya. Kemudian diakhiri dengan istighfar dan taubat.
As-Sajda [32:16]
Sungguh para penagih ibadah malam merupakan pemilik mahabbah. Bahkan mereka termasuk pemilik mahabbah yang termulia. Karena ibadah malamnya merupakan sebab yang mendatangkan mahabbah. Maka dari itu, tidak hairanlah bila Jibril turun kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata kepada beliau: "Ketahuilah, bahwa kemuliaan seorang mukmin adalah tertumpu pada qiyamullail (shalat malam), sedangkan harkatnya terletak pada kadar kemandiriannya terhadap yang lain."
Imam Hasan al-Basri berkata: "Tidak saya temukan ibadah yang lebih berat daripada shalat tengah malam." Beliau ditanya: Bagaimana boleh terjadi, orang yang rajin shalat malam wajahnya menjadi paling cerah? Beliau menjawab: "Karena mereka menyepi dengan Allah, lalu mereka diberi sebagian dari nurNya."
Kiat kesembilan: Suka berkumpul dengan para pendamba mahabbah yang jujur, hingga dapat memetik ucapan baik mereka. Lalu menjadikan kita tidak berbicara kecuali dengan yang berguna bagi diri kita dan orang lain.
Rasulullah bersabda: "Allah berfirman: "Orang-orang yang saling mencintai karenaKu berhak mendapatkan cintaKu, demikian pula bagi orang-orang yang saling berkumpul karenaku dan orang-orang yang saling mengunjungi karena Aku."" Dalam kesempatan lain beliau bersabda: "Tali buhul yang paling kokoh ialah mencintai dan membenci karena Allah."
Oleh sebab itu, cinta seorang muslim kepada saudaranya muslim yang lain karena Allah merupakan buah dari kejujuran iman dan budi pekertinya yang baik.
Kiat kesepuluh:
Menajuhi segala faktor yang menghalangi hati dengan Allah. Sebab, jika hati seseorang rusak maka ia tak akan dapat memetik manfaat dari kehidupan dunia dan akhiratnya. Ayat menegaskan:
88. | | يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ |
| | Hari yang padanya harta benda dan anak-pinak tidak dapat memberikan pertolongan sesuatu apapun, |
89. | | إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ |
| | Kecuali (harta benda dan anak-pinak) orang-orang yang datang mengadap Allah dengan hati yang selamat sejahtera (dari syirik dan penyakit munafik); |
Ash-Shuara [26:88] - Ash-Shuara [26:89]
Moga2 kita tergolong dalam golongan yang mempunyai darjat yang tinggi di sisi Allah SWT (^_^)